Nach .. yukz kita cerita lagi ! yeee ... J
Cerita
kali ini juga “ original from my self “ ... semoga kalian terhibur yaaa ... J
DANAU HITAM DI HATI
NELY
Karya : HOIROTUS SYA’BANIYAH FIRLIYANTI
...Kriinggg...!!
..Gdubraakkk..!!
“Auuww! Punggungku...!!”, Nely
merintih kesakitan setelah terjatuh dari tempat tidur, dan ini untuk yang ke-24
kalinya. Bunyi alarm yang telah mengacaukan mimpi indahnya itu, membuat dia semakin jengkel.
Tiba-tiba..Duuttt...,Ups! Nely mengeluarkan gas simpanannya. Tanpa basa basi
lagi dia langsung ke kamar mandi karena ada urusan penting yang tidak bisa
ditunda-tunda lagi.
Setelah urusannya selesai, Nely
langsung ke meja makan , di sana sudah ada Mbok Mirna. “Mbok, paman dan bibi ke
mana?”. “Oh, barusan tuan dan nyonya keluar”, jawab Mbok Mirna. “Kelual ke mana?”, tanyanya lagi. ”Katanya mau
berziarah ke makam papa dan mama kamu, Nel.” Sejenak Nely terdiam, dia teringat
kepada orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan bus, saat Nely berumur 2
tahun. Tanpa terasa air matanya jatuh berlinang di pipinya..dan..Sreett...ingusnya
keluar juga. Selesai makan Nely langsung berangkat ke sekolah naik angkot.
“Bang, SMPN 1 jalan Mawal ya..” “Maksudnya jalan Mawar,Dik?”
“Iya,Bang..!”, jawab Nely agak kesal.
Nely adalah seorang anak yatim
piatu yang sekarang bersekolah di SMPN 1 Semarang. Ia tinggal bersama paman dan
bibinya, serta Mbok Mirna yang mengasuhnya sejak kecil. Satu yang khas dari
Nely, dia tidak bisa mengucapkan huruf “R” dan selalu berbalik ke huruf “L”.
Sebenarnya dia bernama Siti Neri Maesaroh. Tapi kemudian dia mengubahnya
menjadi Siti Nur Nely Maesaroh.
Akhirnya sampai juga...Di
sekolahnya, Nely mempunyai musuh bebuyutan. Namanya Clara Nikmatus Imani’ah.
Dan.. Deeggg!! Untuk kesekian kalinya Nely harus berpapasan dengan Clara.
“Hmm..Ini pasti salah satu taktik pelangnya yang balu...”, gumam Nely. “Kali ini
aku harus terlihat “WOW” di depan Nely!”, Clara tak mau kalah. Mereka pun
saling membuang muka dan pergi.
Dulu Nely dan Clara adalah sahabat.
Tapi persahabatan merka rusak karena persaingan meraih prestasi. Pada waktu itu, Clara mendapat
juara 1 Lomba Matematika Se-Provinsi. Dan sejak saat itulah Nely mulai merasa
iri, dengki, dan benci kepada Clara. Ia pun memutuskan tali persahabatannya,
karena beranggapan bahwa Clara telah mengkhianatinya.
Hingga pada suatu hari, Nely
mendengar kabar bahwa Clara akan dikirim ke Jakarta mewakili sekolahnya dalam
Lomba Sains. Mengetahui hal itu, makin panaslah hati Nely. “Apa??!! Clala akan dikilim ke Jakalta???”
“CLARA!!!”, serentak teman-temannya menyorakinya, karena dia tidak bisa
mengucapkan nama “CLARA” dengan benar. “Iihh..Apaan sich kalian?! Ini kan emang
dali sono-nya!!”, balas Nely
kesal. Semua temannya tertawa setelah mendengar kata “SONO-NYA!!”. Braakk..Nely
mendobrak meja Clara. “Kamu itu jahat banget sich! Ngapain kamu mau ke Jakalta?? Yang sehalusnya
ke Jakalta itu aku! Bukan
kamu!!” “Nel, maksud kamu itu apa? Aku ke Jakarta karena diutus sekolah! Lagi
pula ya pastilah sekolah lebih memilih aku, daripada kamu!!!”, Clara pun
langsung pergi. Tak sengaja air mata Nely jatuh lagi. “Sungguh tega kamu
berbicara seperti itu, La..”,
makin bertambahlah kebencian, kedengkian, dan sakit hati Nely.
Sepulang sekolah, Nely tidak
langsung ke kamar melainkan masih duduk-duduk di ruang tamu. Mbok Mirna yang
heran dengan sikap Nely langsung bertanya, ”Nel, kamu kenapa? Kok matamu
sembab?” “Mbok Milna, Clala sebental lagi akan dikilim ke Jakalta untuk mengikuti Lomba Sains mewakili sekolah..”, adu
Nely. “Lho, itu kan bagus!” “Aduuh... Aku ili,
Mbok!” “Nel, dalam bersaing kita harus sehat. Kalau kalah, ya mengaku kalah.
Mungkin suatu saat nanti kamu bisa seperti Clara, atau bahkan bisa jauh lebih baik!”, hibur Mbok Mirna lembut.
Nely pun langsung beranjak ke
kamar, sebenarnya dia kesal karena Mbok Mirna tidak membelanya, tapi dia tidak
tega untuk memarahi Mbok Mirna, karena Mbok Mirnalah yang telah merawatnya
sejak orang tuanya meninggal. Karena lelah, Nely pun langsung tertidur. Ia
bermimpi papa dan mamanya datang dan menasihatinya, “Nely anakku... Janganlah
kamu perbanyak air dalam danau hitam di hatimu. Tapi kuraslah sampai habis dan
kuburlah danau itu dalam-dalam!” Setelah mengucapkan kata-kata itu, papa dan
mamanya menghilang. “Papa! Mama!”, Nely tersentak kaget. “Hmm...Telnyata hanya mimpi.” Tapi dia masih memikirkan mimpi itu. “Danau
hitam? Apa itu? Kenapa mama menyuluhku
mengulas danau? Kan capek, Ma..Aah mungkin itu hanya bunga tidulku saja..”, kata Nely yakin.
Tapi dugaannya salah, karena mimpi itu terulang sampai 3 kali. Karena resah,
dia pun bercerita kepada Mbok Mirna.
“Apa ini ada hubungannya dengan Clala?”, duga Nely. “Ya mungkin,
Nel. Mungkin danau hitam itu semua rasa benci, dengki, dan kemarahanmu pada
Clara!” “Nggak, Mbok! Sudahlah gak usah dibahas lagi..Pokoknya aku gak salah!
Kalau aku minta maaf, bagaimana halga
dili ku nanti??!! Dan Clala yang halus minta maaf!!”,
kata Nely sambil membanting majalah yang dia baca.. Keesokan harinya dia
mendengar kabar tentang Clara lagi, tapi kali ini benar benar membuat dia
kaget. Clara masuk rumah sakit karena ginjalnya kambuh lagi dan dia dikabarkan
kritis. Memang dulu Clara pernah operasi ginjal karena ginjal satunya rusak.
Jadi selama ini Clara hidup dengan 1 ginjal. Dan itu juga yang menyebabkan dia
sering sakit-sakitan.
Maka sepulang sekolah, Nely
langsung ke rumah sakit. Dilihatnya Clara terbaring lemah dengan wajah pucat
pasi. “Clala, bangun...Maafin
aku yang selama ini sudah egois. Bangun, Clala...!”, sesal Nely mengakui
kesalahannya. Tiba-tiba Clara sadar, “Nel, aku sudah memaafkanmu..” “Clala, kamu sadal?” “Mbak, maaf waktu kunjungan sudah habis. Silahkan
Mbak keluar”, tegur suster mengagetkan Nely. Dengan berat hati, Nely pun
beranjak pergi. Dilihatnya Clara tersenyum, wajah pucatnya tidak bisa
menyembunyikan senyum manisnya. Nely pulang dengan sedih, sedih karena tidak
bisa menemani Clara di saat seperti ini...Berapa jam kemudian, Nely mendapat
kabar yang sangat tidak ia inginkan, tapi ia yakin bahwa kabar itu tidak
bohong. “Apa??!! Clala tak telselamatkan??”. Jantungnya
terasa berhenti berdetak. Dan pecahlah
tangis Nely saat itu juga, sedangkan Mbok Mirna hanya bisa menghibur. Bagi
Nely, dunia ini terasa sepi tanpa Clara.
Esoknya, paman dan bibinya serta
Mbok Mirna pergi ke luar kota. Nely tidak ikut, karena lagi “Bad Mood” katanya.
Jadi dia sendirian di rumah. Malam harinya, saat akan beranjak tidur, Nely mendengar ada yang mengetuk pintu.
Dengan sedikit takut, Nely memberanikan diri untuk membukanya. Betapa kagetnya
Nely, di depannya ada Clara yang sedang berdiri dan tersenyum kepadanya.
“Aaa..Hantu!! Clala maafin
aku..Tapi tolong jangan ganggu aku! Sana pelgi..!!”,
ujar Nely ketakutan. “Hei, aku belum mati..”, balas Clara tenang. “Hah??”, Nely
jadi bingung. “Yang kemarin sore meninggal itu, kakakku. Ya.. biasalah anak
kembar, apa-apa selalu sama...”, kata Clara menjelaskan. “Tapi kenapa kamu gak
ngasih tahu aku??” “Sebenarnya, aku sudah akan memberitahumu. Tapi sayangnya,
kamu sudah musuhin aku duluan...”, jelas Clara panjang lebar. “Ya...Maafin aku
ya. Selama ini aku tellalu
egois! “, sesal Nely. “Iya, gak papa kok! Aku pun sudah maafin kamu.” “Jadi sekalang
kita sahabatan lagi?!”, kata Nely penuh harap. “Iya dong, Nel!” “Makasih, Clala..”, Naly kegirangan.
“Eits! Namaku CLARA, bukan CLALA..” “Iya,
Cla-ll-lr-rr-ra..” “Nah, gitu dong..!”. Mereka pun saling berpelukan. Akhirnya,
mereka kembali menjadi sepasang sahabat.
Ternyata benar apa yang dikatakan Mbok Mirna, bahwa danau hitam itu adalah
semua kebencian, kedengkian, kemarahan, dan sakit hati Nely kepada Clara. Tapi
kini Nely sudah menguras danau itu sampai habis dan menguburnya dalam-dalam.
Dan dia juga sudah berhasil mengucapkan nama “CLARA” dengan sedikit benar,
walau harus berjuang keras.
“Eh..Makan yuk! Lapar nich..”, ajak
Clara. “Ayo!”. Sampai di warung makan..“Bang, nasi goleng dua, es jeluk
dua, ya..”, pinta Nely. “Yah...Balik lagi dech ke asalnya..”, gerutu Clara.
“Inikan emang dali
sono-nya!!”, Nely tak mau kalah. Mereka pun tertawa bersama. Nely....Nely....
0 komentar:
Posting Komentar